Review: Analisis filogenetik molekuler mangrove
Pendahuluan
Analisis
filogenetik semakin berkembang seiring dengan ditemukannya gen-gen yang dapat
digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan evolusioner. Penelitian secara
molekuler tersebut tidak hanya digunakan untuk klasifikasi mikroorganisme,
namun juga dapat digunakan dalam pengklasifikasian tumbuhan, diintaranya
tumbuhan mangrove.
Tumbuhan
mangrove merupakan tumbuhan yang hidup pada habitat yang spesifik, yakni
ekosistem yang mengalami pasang surut. Ekosistem tersebut memiliki salinitas
yang tinggi dan secara reguler tergenang air laut. Hal tersebut menyebabkan
spesies-spesies yang hidup di ekosistem tersebut memiliki karakter spesifik,
antara lain menghasilkan biji vivipar dan mampu menskresikan garam.
Artikel
berikut bertujuan untuk mereview beberapa metode yang dapat digunakan analisis
filogenetik molekuler.
Metode-metode
analisis filogenetik molekuler mangrove
Isolasi
genom DNA
Genom DNA dalam analisis
filogenetik mangrove dapat diperoleh dari jaringan daun (Lakshmi et al. 2002),
kelopak bunga (Parani et al. 1997). Isolasi genom DNA dapat menggunanakan
cetyl-trimethyl ammonium bromide (CTAB) (Saghai-Maroof et al. 1984
dalam Parani et al. 1997) dengan sedikit modifikasi.
Random
Amplification of Polymorphic DNA (RAPD)
Amplifikasi DNA dapat
dilakukan di DNA thermal cycler (Perkin-Elmer 480). Amplifikasi PCR genom DNA
dapat menggunakan primer 25 10-mer oligonukleotida (Parani et al. 1997)
atau 16 random 10-mer (Lakshmi et al. 2000). Produk amplifikasi dielektroforesis dalam gel
agarose 1.5% dalam 1xTAE buffer (Lakshmi et al. 2002) atau 1.3%
dalam 0.5xTris-borate buffer (Parani et
al. 1997). Hanya produk amplifikasi yang tampak secara konsisten dalam dua
replikasi yang diberi skor dalam analisis lebih lanjut (Parani et al.
1997). Pada penelitian yang dilakukan Laksmi et al. (2002), hanya 11 random primer
(Kit A, and Kit D, Operon Tech. USA) dan primer minisatelit (GATA)
4 yang memberikan informasi dan reproducible amplifikasi di semua spesies.
Restriction Fragment Length
Polymorphism (RFLP)
Genom DNA genom dicerna dengan tiga enzim restriksi
misalnya EcoR I, EcoR V dan Hind III atau Dra I, Hae III dan Taq I. Polimorfisme diberi skor dengan menggunakan
6 sekuens genom acak dan empat sekuens rDNA sebagai probe (Tabel 1). DNA restriksi
dielektroforesis pada gel agarosa 1% dalam 1 × TAE buffer bersama dengan penanda ukuran dan ditransfer ke
membran nilon (Lakshmi et al.
2002). Sementara pada penelitian Lakshmi et al.(2000) analisis RFLP
menggunakan kombinasi 30 probe-enzim.
Studi PCR-RFLP dapat dilakukan dengan menggunakan
bagian DNA pada kloroplas, antara lain tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2. Pasangan PCR primer yang digunakan untuk
amplifikasi bagian gen kloroplas dan ukuran produk aplifikasi (Lakshmi et al. 2002).
Produk amplifikasi PCR dielektroforesis pada gel
agarose1.2% dalam 0.5×Tris–borate buffer dan diwarnai dengan ethidium bromide.
Produk PCR kemudian langsung didigest menggunakan
19 enzim restriksi dan dielektroforesis
menggunakan gel agarose 1.5% dalam 0.5×Tris–borate dan diwarnai dengan ethidium
bromide.
Analisis data
Band-band RAPD, RFLP, dan PCR-RFLP diberi skor satu
(1) untuk kehadiran dan nol (0) untuk ketidakhadiran. Analisis statistik
menggunakan NTSYS-pc software (Ver 1.8;Rholf, 1993 dalam Lakshmi et al.
2002). Pengelompokan dapat menggunakan metode unweighted pair group with
arithmetic mean average (UPGMA) (Lakshmi et al. 2002) atau rata-rata
kemiripan populasi secara individu (Lakshmi et al. 2000).
Untuk mengetahui asal
usul evolusioner karakter vivipar dan kemampuan mensekresi garam pada mangrove
(Shi et al. 2005), setelah diperoleh produk PCR, sekuens kemudian
disejajarkan menggunakan CLUSTALX (Thompson et al., 1997). Kesesuaian data
selanjutnya diuji menggunakan partition
homogeneity test (Farris et al., 1994, diimplementasikan dengan PAUP*4.0b5)
sebelum mengkombinasi set data (18S plus matR: P= 0.489; 18S plus rbcL: P=
0.097; andmatR plusrbcL:P= 0.565; masing-masing dengan 1000 replikasi
menggunakan heuristic search dilakukan dengan 100 replikasi penambahan takson
acak dengan TBR branch swapping dan MulTrees selected).
Metropolis-coupled Markov chain Monte Carlo (MCMCMC)
algorithm dalam sebuah kerangka Bayesian untuk mengestimasi kemungkinan
posterior pohon filogenetik berdasarkan kombinasi data set (Lutzoni et al.,
2001). Bayesian Inference (BI) menggunakan
MrBayes v2.01 (Huelsenbeck and Ronquist, 2001). Shi et al. (2005) mendeterminasikan model terbaik (the
best-fit model) pada evolusi molekuler untuk membuat model general-time-reversible
dalam invariant sites dan laju distribusi gamma untuk variable sites (GTR + I
+C) dengan menggunakan MrModeltest (Posada & Crandall, 1998, written by
Johon A.A. Nylander dalam Shi et al. (2005)). Mereka
menggunakan equivalent model dalam MrBayes (basefrequence, estimate; nst, 6;
rates, invgamma; gamma shape, estimate) memulai pencarian maximum likelihood (ML).
Shi et al. (2005)
mengaplikasikan continuous-time Markov model dan estimasi ML untuk
merekonstruksi ancestral states pada karakter vivipary dan sekresi garam
pada mangrove menggunakan DISCRETE 4.0. Kemudian likelihood ratio tests
(model test) untuk mendeterminasi model mana yang menghasilkan data yang
lebih baik secara signifikan. DISCRETE juga digunakan untuk menghitung estimasi
ML pada a (forward rate) dan b (backward rate) pada masing-masing karakter.
mereke lebih memilih metode “global” daripada metode “local” karena metode
tersebut lebih sederhana dan memungkinkan peneliti mengevaluasi relative ML
support [perbedaan antara ln (likelihood) dari dua states] pada
masing-masing node (Mooers and Schluter, 1999).
Shi et al. (2005)
menggunakan likelihood
sensitive analysis (LSA) yang dikembangkan oleh Oakley and Cunningham
(Oakley and Cunningham, 2002) untuk mengevaluasi apakah karakter asal usul
single atau multiple. Metode tersebut diaplikasikan pada kedua sampel baik vivipary
maupun secretor. Kalkulasi dilakukan dalam perhitungan Mathematica 4.0
(Wolfram) menggunakan “pruning” algorithm
(Felsenstein and Churchill, 1996).
Hasil
dan Diskusi
Lakshmi et al.(2002)
melakukan penelitian pada 10 spesies dari genus Rhizophoraceae (9 spesies (Rhizophora
mucronata, R. apiculata, R. stylosa, Bruguira cylindrical, B. parviflora, B.
gymnorriza, Ceriops tagal dan C. decandra) dan satu Rhizophora
hybrid alami). Berdasarkan analisis RAPD diperoleh hasil bahwa semua spesies
memiliki variabilitas intra-spesifik yang rendah. Sementara analisis
RFLP inter-spesifik mengungkapkan adanya profil spesies-spesifik dalam beberapa
kombinasi probe-enzim. The
rDNA unit berulang,
seperti yang diapit oleh pembatasan HindIII situs itu ditemukan sangat
dilestarikan dalam setiap genus dan tiga unit
berulang rDNA yang
berbeda yang diamati antara empat
genera. Hasil analisis PCR-RFLP menunjukkan perbedaan genetik hanya di daerah
gen rbcL dan trnS-psbC. Perbedaan spesies dalam Rhizophora
terlihat di PCR-RFLP
pada masing-masing trnS-psbC dan trnL-UAA dengan Hae III dan
Taq I. Dalam
penelitian tersebut juga dapat diketahui bahwa Rhizophora mucronata menjadi donor kloroplas untuk
hibrida alami inter-spesifik. Dendogram dari ketiga sistem penanda memisahkan 4
genus menjadi 3kelompok yang berbeda seperti tersaji dalam Gambar 1.
Sebelumnya pada tahun 1997, Parani et al. juga telah melakukan penelitian
menggunakan metode RAPD dan RFLP untuk melakukan analisis asal-usul Rhizophora hibrid. Polimorfisme (proporsi band polimorfik terhadap total jumlah
band) antara spesies untuk primer individual bervariasi dari 25%--80%. Pola
band monomorfik tidak digunakan dalam analisis asal-usul. Pola band dari dua
spesies digabungkan untuk mensimulasikan pola band hibrid yang diharapkan dan
dibandingkan dengan hibrida yang sebenarnya untuk menghitung persentase kemiripan.
Kombinasi profil RAPD pada dua spesies, Rhizophora
apiculata dan R. mucronata
memiliki kemiripan rata-rata 96.5% dengan Rhizophora
hibrid, mengindikasikan bahwa kedua spesies tersebut mungkin merupakan
induknya. Restriksi dari total DNA genom dengan tiga enzim (Gambar 2) diikuti
oleh pemeriksaan dengan genom mitokondria probe spesifik (atp 6) menunjukkan
100% polimorfisme antara kedua spesies. Pola RFLP hibrida menunjukkan 100% kemiripan
dengan R. apiculata, dan tidak ada
fragmen restriksi di R. mucronata
pada hibrida yang diamati, hal tersebut menentukan status maternal untuk hibrid
tersebut. Pada penelitian tersebut, analisis RAPD menjadi lebih berguna
daripada sistem penanda lain untuk mengetahui asal usul genotip hibrida karena
analisis RAPD lebih sederhana, cepat dan mudah untuk muncul di sejumlah besar
sampel yang didapatkan.
Gambar
2. Profil RFLP dari Rhizophora mucronata (M), R.
apiculata (A) dan hibrida (H). Genom DNA didigest dengan Hindl III, Eco RV dan Eco RI dan diperiksa dengan genom mitokondria probe spesifik ATP 6 dari
jagung. R. apiculata dan R. mucronata menunjukkan 100%
polimorfisme untuk semua kombinasi enzim-probe. Semua band yang hadir dalam
hybrid, hadir pula di R. apiculata
dan tidak hadir di R. mucronata.
Lakshmi et al. (2000) juga menggunakan analisis
RAPD dan RFLP variasi genetik intraspesifik pada species Excoecaria agallocha L. (Euphorbiaceae). Hasil penelitian
tersebut menunjukkan polimorfisme dalam populasi bervariasi dari 20% sampai
31%. Pada tingkat interpopulasi, 74% dari RAPD merupakan polimorfik tingkat
tinggi pada polimorfisme interpopulation (62,2%) yang menunjukkan perbedaan
(divergensi) genetik interpopulasi. Dendrogram menunjukkan pengelompokan
populasi Barat dan Timur Pesisir India ke dalam kelompok terpisah, pada tingkat
kemiripan 60%. Sementara analisis RAPD dan RFLP pada tumbuhan jantan dan betina
menunjukkan tingkat variasi yang sama pada kedua jenis kelamin dan tidak ada
tanda-tanda seks-linked yang ditemukan.
Gambar
3. Konstruksi filogeni mangrove menggunakan Bayesian inference (BI) dengan
kombinasi data set dari gen rbcL,
18S, dan matR dan pemetaan karakter vivipary
dan sekresi garam dengan maximum likelihood (ML). Nilai kepercayaan kladistik
untuk filogeni tertulis dibawah cabang. (A) Pie charts merepresentasikan relative ML supports pada ancestral nodes untuk kehadiran (hitam) dan
ketidakhadiran (putih) karakter vivipary. (B) Pie charts merepresentasikan relative ML supports pada ancestral nodes untuk kehadiran (hitam) dan
ketidakhadiran (putih) karakter pensekresi. Tanda ssterisks mengindikasikan
hasil signifikan (ln likelihood difference >2) menggunakan filogeni yang
sama dan equal rates models pada karakter yang berevolusi.
Referensi
Lakshmi, M,
M. Parani,
N. Ram
& A. Parida.
2000. Molecular phylogeny of mangroves
VI: Intraspecific genetic variation in mangrove species Excoecaria agallocha L. (Euphorbiaceae).
Genome 43(1):110—115.
Lakshmi, M., M. Parani & A.
Parida. 2002. Molecular phylogeny of mangroves IX: Molecular marker assisted
intra-specific variation and species relationships in the Indian mangrove tribe
Rhizophoreae. Aquatic Botany 74: 201—217.
Parani, M., C.S. Rao, N. Mathan,
C.S. Anuratha, K.K. Narayanan & A. Parida. 1997. Molecular phylogeny of
mangroves III: Parentage analysis of a Rhizophora hybrid using random amplified
polymorphic DNA and restriction fragment length polymorphism markers. Aquatic
Botany 58: 165—172.
Shi, S., Y. Huang, K. Zeng, F.
Tan, H. He, J. Huang, Y. Fu. 2005. Molecular phylogenetic analysis of
mangroves: independent evolutionary origins of vivipary and salt secretion. Molecular Phylogenetics and Evolution 34:159—166.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar