Minggu, 02 Maret 2014

Analisis filogenetik molekuler mangrove


Review: Analisis filogenetik molekuler mangrove

Pendahuluan
            Analisis filogenetik semakin berkembang seiring dengan ditemukannya gen-gen yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan evolusioner. Penelitian secara molekuler tersebut tidak hanya digunakan untuk klasifikasi mikroorganisme, namun juga dapat digunakan dalam pengklasifikasian tumbuhan, diintaranya tumbuhan mangrove.
            Tumbuhan mangrove merupakan tumbuhan yang hidup pada habitat yang spesifik, yakni ekosistem yang mengalami pasang surut. Ekosistem tersebut memiliki salinitas yang tinggi dan secara reguler tergenang air laut. Hal tersebut menyebabkan spesies-spesies yang hidup di ekosistem tersebut memiliki karakter spesifik, antara lain menghasilkan biji vivipar dan mampu menskresikan garam.
            Artikel berikut bertujuan untuk mereview beberapa metode yang dapat digunakan analisis filogenetik molekuler.

Metode-metode analisis filogenetik molekuler mangrove
Isolasi genom DNA
Genom DNA dalam analisis filogenetik mangrove dapat diperoleh dari jaringan daun (Lakshmi et al. 2002), kelopak bunga (Parani et al. 1997). Isolasi genom DNA dapat menggunanakan cetyl-trimethyl ammonium bromide (CTAB) (Saghai-Maroof et al. 1984 dalam Parani et al. 1997) dengan sedikit modifikasi.
CTAB juga digunakan untuk mengekstraksi total DNA pada penelitian Shi et al. (2005). Salinan untaian ganda pada semua bagian (encoding 18S rRNA (nrDNA), rbcL (cpDNA), dan matR (mtDNA)), diamplifikasi menggunakan standar polymerase chain reaction (PCR). Produk PCR semua sampel dipurifikasi menggunakan  QIAquick PCR Purification Kit (CN 28104, QIAGEN) dan disekuen dalam dua arah menggunakan ABI 377 Genetic Analyzer (Applied Biosystems, CA). Selanjutnya semua sekuens didepositkan dalam GenBank.

Random Amplification of Polymorphic DNA (RAPD)
Amplifikasi DNA dapat dilakukan di DNA thermal cycler (Perkin-Elmer 480). Amplifikasi PCR genom DNA dapat menggunakan primer 25 10-mer oligonukleotida (Parani et al. 1997) atau 16 random 10-mer (Lakshmi et al. 2000).  Produk amplifikasi dielektroforesis dalam gel agarose 1.5% dalam 1xTAE buffer (Lakshmi et al. 2002) atau 1.3% dalam  0.5xTris-borate buffer (Parani et al. 1997). Hanya produk amplifikasi yang tampak secara konsisten dalam dua replikasi yang diberi skor dalam analisis lebih lanjut (Parani et al. 1997). Pada penelitian yang dilakukan Laksmi et al. (2002), hanya 11 random primer (Kit A, and Kit D, Operon Tech. USA) dan primer minisatelit (GATA) 4 yang memberikan informasi dan reproducible amplifikasi di semua spesies.

Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
Genom DNA genom dicerna dengan tiga enzim restriksi misalnya EcoR I, EcoR V dan Hind III atau Dra I, Hae III dan Taq I. Polimorfisme diberi skor dengan menggunakan 6 sekuens genom acak dan empat sekuens rDNA sebagai probe (Tabel 1). DNA restriksi dielektroforesis pada gel agarosa 1% dalam 1 × TAE buffer bersama dengan penanda ukuran dan ditransfer ke membran nilon (Lakshmi et al. 2002). Sementara pada penelitian Lakshmi et al.(2000) analisis RFLP menggunakan kombinasi 30 probe-enzim.
Tabel 1. Probes untuk analisis RFLP pada mangrove
Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP)
Studi PCR-RFLP dapat dilakukan dengan menggunakan bagian DNA pada kloroplas, antara lain tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2. Pasangan PCR primer yang digunakan untuk amplifikasi bagian gen kloroplas dan ukuran produk aplifikasi (Lakshmi et al. 2002).
Produk amplifikasi PCR dielektroforesis pada gel agarose1.2% dalam 0.5×Tris–borate buffer dan diwarnai dengan ethidium bromide. Produk PCR kemudian langsung didigest menggunakan 19 enzim restriksi  dan dielektroforesis menggunakan gel agarose 1.5% dalam 0.5×Tris–borate dan diwarnai dengan ethidium bromide.

Analisis data
Band-band RAPD, RFLP, dan PCR-RFLP diberi skor satu (1) untuk kehadiran dan nol (0) untuk ketidakhadiran. Analisis statistik menggunakan NTSYS-pc software (Ver 1.8;Rholf, 1993 dalam Lakshmi et al. 2002). Pengelompokan dapat menggunakan metode unweighted pair group with arithmetic mean average (UPGMA) (Lakshmi et al. 2002) atau rata-rata kemiripan populasi secara individu (Lakshmi et al. 2000).
Untuk mengetahui asal usul evolusioner karakter vivipar dan kemampuan mensekresi garam pada mangrove (Shi et al. 2005), setelah diperoleh produk PCR, sekuens kemudian disejajarkan menggunakan CLUSTALX (Thompson et al., 1997). Kesesuaian data selanjutnya diuji menggunakan partition homogeneity test (Farris et al., 1994, diimplementasikan dengan PAUP*4.0b5) sebelum mengkombinasi set data (18S plus matR: P= 0.489; 18S plus rbcL: P= 0.097; andmatR plusrbcL:P= 0.565; masing-masing dengan 1000 replikasi menggunakan heuristic search dilakukan dengan 100 replikasi penambahan takson acak dengan TBR branch swapping dan MulTrees selected).
Metropolis-coupled Markov chain Monte Carlo (MCMCMC) algorithm dalam sebuah kerangka Bayesian untuk mengestimasi kemungkinan posterior pohon filogenetik berdasarkan kombinasi data set (Lutzoni et al., 2001). Bayesian Inference (BI) menggunakan MrBayes v2.01 (Huelsenbeck and Ronquist, 2001). Shi et al. (2005) mendeterminasikan model terbaik (the best-fit model) pada evolusi molekuler untuk membuat model general-time-reversible dalam invariant sites dan laju distribusi gamma untuk variable sites (GTR + I +C) dengan menggunakan MrModeltest (Posada & Crandall, 1998, written by Johon A.A. Nylander dalam Shi et al. (2005)). Mereka menggunakan equivalent model dalam MrBayes (basefrequence, estimate; nst, 6; rates, invgamma; gamma shape, estimate) memulai pencarian maximum likelihood (ML).
Shi et al. (2005) mengaplikasikan continuous-time Markov model dan estimasi ML untuk merekonstruksi ancestral states pada karakter vivipary dan sekresi garam pada mangrove menggunakan DISCRETE 4.0. Kemudian likelihood ratio tests (model test) untuk mendeterminasi model mana yang menghasilkan data yang lebih baik secara signifikan. DISCRETE juga digunakan untuk menghitung estimasi ML pada a (forward rate) dan b (backward rate) pada masing-masing karakter. mereke lebih memilih metode “global” daripada metode “local” karena metode tersebut lebih sederhana dan memungkinkan peneliti mengevaluasi relative ML support [perbedaan antara ln (likelihood) dari dua states] pada masing-masing node (Mooers and Schluter, 1999).
Shi et al. (2005) menggunakan likelihood sensitive analysis (LSA) yang dikembangkan oleh Oakley and Cunningham (Oakley and Cunningham, 2002) untuk mengevaluasi apakah karakter asal usul single atau multiple. Metode tersebut diaplikasikan pada kedua sampel baik vivipary maupun secretor. Kalkulasi dilakukan dalam perhitungan Mathematica 4.0 (Wolfram) menggunakan “pruning” algorithm (Felsenstein and Churchill, 1996).

Hasil dan Diskusi
Lakshmi et al.(2002) melakukan penelitian pada 10 spesies dari genus Rhizophoraceae (9 spesies (Rhizophora mucronata, R. apiculata, R. stylosa, Bruguira cylindrical, B. parviflora, B. gymnorriza, Ceriops tagal dan C. decandra) dan satu Rhizophora hybrid alami). Berdasarkan analisis RAPD diperoleh hasil bahwa semua spesies memiliki variabilitas intra-spesifik yang rendah. Sementara analisis RFLP inter-spesifik mengungkapkan adanya profil spesies-spesifik dalam beberapa kombinasi probe-enzim. The rDNA unit berulang, seperti yang diapit oleh pembatasan HindIII situs itu ditemukan sangat dilestarikan dalam setiap genus dan tiga unit berulang rDNA yang berbeda yang diamati antara empat genera. Hasil analisis PCR-RFLP menunjukkan perbedaan genetik hanya di daerah gen rbcL dan trnS-psbC. Perbedaan spesies dalam Rhizophora terlihat di PCR-RFLP pada masing-masing trnS-psbC dan trnL-UAA dengan Hae III dan Taq I. Dalam penelitian tersebut juga dapat diketahui bahwa Rhizophora mucronata menjadi donor kloroplas untuk hibrida alami inter-spesifik. Dendogram dari ketiga sistem penanda memisahkan 4 genus menjadi 3kelompok yang berbeda seperti tersaji dalam Gambar 1.


Gambar 1. Dendogram yang menggambarkan hubungan kekerabatan spesies antara 10 spesies Rhizoporaceae
Sebelumnya pada tahun 1997, Parani et al. juga telah melakukan penelitian menggunakan metode RAPD dan RFLP untuk melakukan analisis asal-usul Rhizophora hibrid. Polimorfisme (proporsi band polimorfik terhadap total jumlah band) antara spesies untuk primer individual bervariasi dari 25%--80%. Pola band monomorfik tidak digunakan dalam analisis asal-usul. Pola band dari dua spesies digabungkan untuk mensimulasikan pola band hibrid yang diharapkan dan dibandingkan dengan hibrida yang sebenarnya untuk menghitung persentase kemiripan. Kombinasi profil RAPD pada dua spesies, Rhizophora apiculata dan R. mucronata memiliki kemiripan rata-rata 96.5% dengan Rhizophora hibrid, mengindikasikan bahwa kedua spesies tersebut mungkin merupakan induknya. Restriksi dari total DNA genom dengan tiga enzim (Gambar 2) diikuti oleh pemeriksaan dengan genom mitokondria probe spesifik (atp 6) menunjukkan 100% polimorfisme antara kedua spesies. Pola RFLP hibrida menunjukkan 100% kemiripan dengan R. apiculata, dan tidak ada fragmen restriksi di R. mucronata pada hibrida yang diamati, hal tersebut menentukan status maternal untuk hibrid tersebut. Pada penelitian tersebut, analisis RAPD menjadi lebih berguna daripada sistem penanda lain untuk mengetahui asal usul genotip hibrida karena analisis RAPD lebih sederhana, cepat dan mudah untuk muncul di sejumlah besar sampel yang didapatkan.



Gambar 2.   Profil RFLP dari Rhizophora mucronata (M), R. apiculata (A) dan hibrida (H). Genom DNA didigest dengan Hindl III, Eco RV dan Eco RI dan diperiksa dengan genom mitokondria probe spesifik ATP 6 dari jagung. R. apiculata dan R. mucronata menunjukkan 100% polimorfisme untuk semua kombinasi enzim-probe. Semua band yang hadir dalam hybrid, hadir pula di R. apiculata dan tidak hadir di R. mucronata.
            Lakshmi et al. (2000) juga menggunakan analisis RAPD dan RFLP variasi genetik intraspesifik pada species Excoecaria agallocha L. (Euphorbiaceae). Hasil penelitian tersebut menunjukkan polimorfisme dalam populasi bervariasi dari 20% sampai 31%. Pada tingkat interpopulasi, 74% dari RAPD merupakan polimorfik tingkat tinggi pada polimorfisme interpopulation (62,2%) yang menunjukkan perbedaan (divergensi) genetik interpopulasi. Dendrogram menunjukkan pengelompokan populasi Barat dan Timur Pesisir India ke dalam kelompok terpisah, pada tingkat kemiripan 60%. Sementara analisis RAPD dan RFLP pada tumbuhan jantan dan betina menunjukkan tingkat variasi yang sama pada kedua jenis kelamin dan tidak ada tanda-tanda seks-linked yang ditemukan.
            Analisis filogenetik molekuler juga bisa menggunakan metode maximum likelihood (ML) seperti yang dilakukan oleh Shi et al. (2005). Metode tersebut dapat digunakan untuk estimasi ancestral state. Sedangkan untuk merekonstruksi filogeni mangrove, mereka menggunakan Bayesian inference (BI). Hasil analisis tersebut disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Konstruksi filogeni mangrove menggunakan Bayesian inference (BI) dengan kombinasi data set dari gen rbcL, 18S, dan matR dan pemetaan karakter vivipary dan sekresi garam dengan maximum likelihood (ML). Nilai kepercayaan kladistik untuk filogeni tertulis dibawah cabang. (A) Pie charts merepresentasikan relative ML supports pada ancestral nodes untuk kehadiran (hitam) dan ketidakhadiran (putih) karakter vivipary. (B) Pie charts merepresentasikan relative ML supports pada ancestral nodes untuk kehadiran (hitam) dan ketidakhadiran (putih) karakter pensekresi. Tanda ssterisks mengindikasikan hasil signifikan (ln likelihood difference >2) menggunakan filogeni yang sama dan equal rates models pada karakter yang berevolusi.


Referensi
Lakshmi, M, M. Parani, N. Ram & A. Parida. 2000. Molecular phylogeny of mangroves VI: Intraspecific genetic variation in mangrove species Excoecaria agallocha L. (Euphorbiaceae). Genome 43(1):110—115.
Lakshmi, M., M. Parani & A. Parida. 2002. Molecular phylogeny of mangroves IX: Molecular marker assisted intra-specific variation and species relationships in the Indian mangrove tribe Rhizophoreae. Aquatic Botany 74: 201—217.
Parani, M., C.S. Rao, N. Mathan, C.S. Anuratha, K.K. Narayanan & A. Parida. 1997. Molecular phylogeny of mangroves III: Parentage analysis of a Rhizophora hybrid using random amplified polymorphic DNA and restriction fragment length polymorphism markers. Aquatic  Botany 58: 165—172.
Shi, S., Y. Huang, K. Zeng, F. Tan, H. He, J. Huang, Y. Fu. 2005. Molecular phylogenetic analysis of mangroves: independent evolutionary origins of vivipary and salt secretion. Molecular Phylogenetics and Evolution 34:159—166.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar