Perubahan iklim
berpengaruh terhadap terjadinya gangguan-gangguan di hutan. Perubahan iklim
bisa memengaruhi hutan dengan mengubah frekuensi, intensitas, masa dan waktu
kebakaran, kekeringan, spesies introduksi, wabah serangga dan patogen, angin
topan, angin ribut, atau tanah longsor (Dale dkk. 2001).
Efek perubahan hutan terhadap hutan |
Api. Api memberi efek pada hutan meliputi percepatan siklus
nutrisi, kematian setiap pohon, pergeseran ke arah suksesi, induksi perkecambahan
benih, hilangnya bank benih di tanah, meningkatkan heterogenitas lanskap, perubahan
permukaan organik tanah dan lapisan akar tanaman bawah tanah dan reproduksi jaringan
serta volitalisasi nutrisi tanah (Whelan 2006).
Kekeringan. Efek kekeringan dipengaruhi oleh tekstur tanah dan
kedalaman, paparan, spesies yang tumbuh, tahap kehidupan, frekuensi, durasi,
dan tingkat keparahan kekeringan. Respon langsung hutan terhadap kekeringan
adalah mengurangi produksi primer bersih (NPP) dan penggunaan air, keduanya
dipicu oleh berkurangnya kelembaban tanah dan pergerakan stomata (Dale dkk.
2001).
Wabah serangga dan patogen. Iklim berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup dan penyebaran serangga dan patogen secara langsung, sesuai dengan
kerentanan ekosistem hutan. Perubahan suhu dan curah hujan mempengaruhi
herbivora dan kelangsungan hidup, reproduksi, penyebaran, dan distribusi patogen.
Efek gangguan tidak langsung dari herbivora dan patogen termasuk hilangnya
pohon sebagai sarang burung dan dampak negatif pada jamur mikoriza (Ayres &
Lombardero 2000). Efek tidak langsung lainnya termasuk dampak iklim terhadap
pesaing dan musuh alami yang mengatur kelimpahan hama dan penyakit.
Spesies introduksi. Spesies pendatang dapat memengaruhi hutan melalui
herbivora, predasi, perubahan habitat, persaingan dari kolam gen (gen pool) melalui hibridisasi dengan populasi
asli, dan penyakit (baik sebagai patogen atau vektor). Spesies introduksi dapat
mengubah keragaman, siklus nutrisi, suksesi hutan, serta frekuensi dan
intensitas api dari beberapa ekosistem. Efek spesies introduksi harus
dipertimbangkan bersamaan dengan perubahan dalam distribusi spesies asli dan
kelimpahan yang terjadi sebagai akibat dari perubahan iklim (Hansen dkk. 2001).
Dampak spesies ekosistem hutan dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim seperti
suhu, kekeringan, dan awan penutup (Ayres 1993).
Angin topan. Pemanasan global mempercepat siklus hidrologi dengan cara
menguapkan air, membawa uap air ke lintang yang lebih tinggi, serta memproduksi
badai lebih intens dan lebih sering. Perubahan dalam siklus hidrologi global
dan temperatur akan mempengaruhi pembentukan badai, tapi belum bisa diprediksi
arah dan besarnya perubahan. Efek dari badai pada vegetasi termasuk kematian
pohon dalam skala besar dan tiba-tiba, pola kematian pohon yang kompleks (termasuk
kematian tertunda), serta mengubah pola regenerasi hutan (Lugo 2000). Perubahan
ini dapat menyebabkan pergeseran ke arah suksesi, laju pergantian spesies
semakin tinggi, dan peluang untuk perubahan spesies di hutan, yang pada
gilirannya dapat meningkatkan heterogenitas lanskap, menghasilkan biomassa dan
pergantian nutrisi lebih cepat, dan menghasilkan biomassa atas tanah lebih
rendah pada vegetasi dewasa (Lugo dan Scatena 1995 dalam Dale dkk. 2001). Badai
juga dapat mengakibatkan terkuburnya vegetasi dan tenggelamnya karbon.
Angin ribut. Angin ribut dapat menyebabkan kematian, gangguan
kanopi, mengurangi kerapatan pohon dan ukuran struktur, serta mengubah kondisi
lingkungan setempat. Akibatnya, gangguan dapat memicu regenerasi lebih awal, perkecambahan
benih, dan percepatan pertumbuhan bibit (Peterson dan Pickett 1995 dalam Dale
dkk. 2001). Efek ini dapat mengubah pola suksesi, dinamika gap, dan proses tingkat ekosistem lain.
Tanah
longsor.
Pergerakan tanah, batuan dan vegetasi dipicu secara langsung oleh faktor iklim,
proses tidak langsung yang mempengaruhi iklim (seperti erosi tepi sungai), dan
oleh faktor non iklim seperti gempa bumi dan gunung meletus. Vegetasi
mempengaruhi tanah lonsor melalui efek stabilisasi sistem akar pada tanah, efek
struktur vegetasi dan komposisi hidrologi. Tanah longsor menghilangkan tanah dan
vegetasi dari lereng curam serta kerusakan hutan pada lereng yang landai di
mana endapan longsor akan berhenti. Efek perubahan iklim pada tanah longsor
menunjukkan perubahan dalam pengiriman air ke tanah melalui curah hujan yang
berubah dan hidrologi salju (Buma dan Dehn 1998).
Referensi:
Ayres, M.P. & M.J. Lombardero. 2000. Assessing the consequences
of global change for forest disturbance from herbivores and pathogens. Science of the Total Environment 262: 263–286.
Ayres, M.P. 1993. Global change, plant defense, and herbivory. Pages
75–94 in Kareiva PK,Kingsolver JG,Huey RB, eds. Biotic Interactions and Global Change.
Sunderland (MA): Sinauer Associates.
Buma, J. & M. Dehn. 1998.
A method for predicting the impact of climate change on slope stability. Environmental Geology 35:
190–196.
Dale, V.H., L.A. Joyce, S. McNulty,
R.P. Neilson, M.P. Ayres, M.D. Flannigan, P.J. Hanson, L.C. Irland, A.E. Lugo,
C.J. Peterson, D. Simberloff, F.J. Swanson, B.J. Stocks & B.M. Wotton. 2001.
Climate change and forest disturbances. Bioscience, 51(9):723—734.
Hansen, A.J., R.P. Neilson, V.H. Dale, C.H. Flather, L.R. Iverson,
D.J. Currie, S. Shafer, R. Cook & P.J. Bartlein. 2001. Global change in
forests: Responses of species, communities, and biomes. BioScience 51: 765–779.
Lugo, A.E. 2000. Effects and outcomes of Caribbean hurricanes in a
climate change scenario. Science of the
Total Environment 262: 243–251.
Whelan, R.J. 2006. The ecology of fire – developments since 1995
and outstanding questions. Bushfire
Conference. Paper No. xxx. Brisbane, 6–9 June 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar