Rabu, 12 Maret 2014

Perubahan Iklim: Dampak perubahan iklim bagi hutan

Perubahan iklim berpengaruh terhadap terjadinya gangguan-gangguan di hutan. Perubahan iklim bisa memengaruhi hutan dengan mengubah frekuensi, intensitas, masa dan waktu kebakaran, kekeringan, spesies introduksi, wabah serangga dan patogen, angin topan, angin ribut, atau tanah longsor (Dale dkk. 2001).
http://thewatchers.adorraeli.com/2011/04/07/epidemiological-study-demonstrates-climate-change-effects-on-forests/
Efek perubahan hutan terhadap hutan
 
Api. Api memberi efek pada hutan meliputi percepatan siklus nutrisi, kematian setiap pohon, pergeseran ke arah suksesi, induksi perkecambahan benih, hilangnya bank benih di tanah, meningkatkan heterogenitas lanskap, perubahan permukaan organik tanah dan lapisan akar tanaman bawah tanah dan reproduksi jaringan serta volitalisasi nutrisi tanah (Whelan 2006).
Kekeringan. Efek kekeringan dipengaruhi oleh tekstur tanah dan kedalaman, paparan, spesies yang tumbuh, tahap kehidupan, frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan kekeringan. Respon langsung hutan terhadap kekeringan adalah mengurangi produksi primer bersih (NPP) dan penggunaan air, keduanya dipicu oleh berkurangnya kelembaban tanah dan pergerakan stomata (Dale dkk. 2001).
Wabah serangga dan patogen. Iklim berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan penyebaran serangga dan patogen secara langsung, sesuai dengan kerentanan ekosistem hutan. Perubahan suhu dan curah hujan mempengaruhi herbivora dan kelangsungan hidup, reproduksi, penyebaran, dan distribusi patogen. Efek gangguan tidak langsung dari herbivora dan patogen termasuk hilangnya pohon sebagai sarang burung dan dampak negatif pada jamur mikoriza (Ayres & Lombardero 2000). Efek tidak langsung lainnya termasuk dampak iklim terhadap pesaing dan musuh alami yang mengatur kelimpahan hama dan penyakit.
Spesies introduksi. Spesies pendatang dapat memengaruhi hutan melalui herbivora, predasi, perubahan habitat, persaingan dari kolam gen (gen pool) melalui hibridisasi dengan populasi asli, dan penyakit (baik sebagai patogen atau vektor). Spesies introduksi dapat mengubah keragaman, siklus nutrisi, suksesi hutan, serta frekuensi dan intensitas api dari beberapa ekosistem. Efek spesies introduksi harus dipertimbangkan bersamaan dengan perubahan dalam distribusi spesies asli dan kelimpahan yang terjadi sebagai akibat dari perubahan iklim (Hansen dkk. 2001). Dampak spesies ekosistem hutan dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim seperti suhu, kekeringan, dan awan penutup (Ayres 1993).
Angin topan. Pemanasan global mempercepat siklus hidrologi dengan cara menguapkan air, membawa uap air ke lintang yang lebih tinggi, serta memproduksi badai lebih intens dan lebih sering. Perubahan dalam siklus hidrologi global dan temperatur akan mempengaruhi pembentukan badai, tapi belum bisa diprediksi arah dan besarnya perubahan. Efek dari badai pada vegetasi termasuk kematian pohon dalam skala besar dan tiba-tiba, pola kematian pohon yang kompleks (termasuk kematian tertunda), serta mengubah pola regenerasi hutan (Lugo 2000). Perubahan ini dapat menyebabkan pergeseran ke arah suksesi, laju pergantian spesies semakin tinggi, dan peluang untuk perubahan spesies di hutan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan heterogenitas lanskap, menghasilkan biomassa dan pergantian nutrisi lebih cepat, dan menghasilkan biomassa atas tanah lebih rendah pada vegetasi dewasa (Lugo dan Scatena 1995 dalam Dale dkk. 2001). Badai juga dapat mengakibatkan terkuburnya vegetasi dan tenggelamnya karbon.
Angin ribut. Angin ribut dapat menyebabkan kematian, gangguan kanopi, mengurangi kerapatan pohon dan ukuran struktur, serta mengubah kondisi lingkungan setempat. Akibatnya, gangguan dapat memicu regenerasi lebih awal, perkecambahan benih, dan percepatan pertumbuhan bibit (Peterson dan Pickett 1995 dalam Dale dkk. 2001). Efek ini dapat mengubah pola suksesi, dinamika gap, dan proses tingkat ekosistem lain.
Tanah longsor. Pergerakan tanah, batuan dan vegetasi dipicu secara langsung oleh faktor iklim, proses tidak langsung yang mempengaruhi iklim (seperti erosi tepi sungai), dan oleh faktor non iklim seperti gempa bumi dan gunung meletus. Vegetasi mempengaruhi tanah lonsor melalui efek stabilisasi sistem akar pada tanah, efek struktur vegetasi dan komposisi hidrologi. Tanah longsor menghilangkan tanah dan vegetasi dari lereng curam serta kerusakan hutan pada lereng yang landai di mana endapan longsor akan berhenti. Efek perubahan iklim pada tanah longsor menunjukkan perubahan dalam pengiriman air ke tanah melalui curah hujan yang berubah dan hidrologi salju (Buma dan Dehn 1998).

Referensi:
Ayres, M.P. & M.J. Lombardero. 2000. Assessing the consequences of global change for forest disturbance from herbivores and pathogens. Science of the Total Environment 262: 263–286.
Ayres, M.P. 1993. Global change, plant defense, and herbivory. Pages 75–94 in Kareiva PK,Kingsolver JG,Huey RB, eds. Biotic Interactions and Global Change. Sunderland (MA): Sinauer Associates.
Buma, J. & M. Dehn. 1998. A method for predicting the impact of climate change on slope stability. Environmental Geology 35: 190–196.
Dale, V.H., L.A. Joyce, S. McNulty, R.P. Neilson, M.P. Ayres, M.D. Flannigan, P.J. Hanson, L.C. Irland, A.E. Lugo, C.J. Peterson, D. Simberloff, F.J. Swanson, B.J. Stocks & B.M. Wotton. 2001. Climate change and forest disturbances. Bioscience, 51(9):723—734.
Hansen, A.J., R.P. Neilson, V.H. Dale, C.H. Flather, L.R. Iverson, D.J. Currie, S. Shafer, R. Cook & P.J. Bartlein. 2001. Global change in forests: Responses of species, communities, and biomes. BioScience 51: 765–779.
Lugo, A.E. 2000. Effects and outcomes of Caribbean hurricanes in a climate change scenario. Science of the Total Environment 262: 243–251.


Whelan, R.J. 2006. The ecology of fire – developments since 1995 and outstanding questions. Bushfire Conference. Paper No. xxx. Brisbane, 6–9 June 2006.
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar